PANCASILA SEBAGAI DASAR
NEGARA DAN
IDEOLOGI NASIONAL
Oleh :
Nama : SISKA
METASARI
Nim : 111213253
SEKOLAH TINGGI ILMU
EKONOMI RAHMANIYAH SEKAYU (STIER)
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bangsa
Indonesia terkenal sebagai bangsa yang besar dan heterogen. Disebut bangsa yang
besar karena jumlah penduduknya menempati urutan keempat terbanyak setelah RRC,
Amerika Serikat dan India. Indonesia juga bangsa yang heterogen karena terdiri
atas banyak suku bangsa dengan berbagai macam agama, budaya, bahasa dan adat
istiadat.
Kita
patut bersyukur bahwa bangsa yang besar dan heterogen ini dapat bersatu dalam
naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak bangsa – bangsa yang besar
dalam sejarahnya hancur karena tidak mampu mempertahankan semangat persatuan
dan kesatuan. Contohnya adalah Uni Soviet dan Yugoslavia.
Mengapa
bangsa Indonesia mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan ? salah satu
jawabannya adalah karena kita telah
sepakat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia.
Nilai-nilai luhur Pancasila merupakan kesepakatan bersama dan menjadi titik
temu antarkelompok dan golongan masyarakat Indonesia. Sebagai ideologi negara,
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diterima dan dijadikan acuan bersama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kita perlu memelihara
dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
Indonesia.
1.2
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimanakah
latar belakang historisnya pancasila ?
B.
Bagaimanakah fungsi dan kedudukan pancasila ?
C.
Bagaimanakah aktualisasi Pancasila ?
1.3
TUJUAN
Bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional mengenai Latar
Belakang Historis lahirnya Pancasila.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Ideologi Negara
1.Pengertian Ideologi
Istilah
ideologi terbentuk dari kata idea
dan logos. Idea berasal dari bahasa Yunani,
ideos yang artinya bentuk
atau idein yang berarti melihat. Kata idea berarti gagasan,
ide, cita-cita atau konsep.
Sedangkan logos berarti ilmu.
Jadi, secara harfiah ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the
science if ideas).
Berikut ini beberapa pengetahuan
tentang ideologi dari para ahli:
a. Soerjanto Poespowaedojo
Ideologi dapat dirumuskan
sebagai kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan
bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya, bumi, dan seisinya serta
menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
b. M. Sastrapratedja
Ideologi adalah seperangkat
gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir dalam
suatu sistem yang teratur.
c. A.T. Soegito
Ideology adalah serangkaian
pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan politik yang ada,serta
berupaya untuk mengubah serta mempertahankan tertib sosial politik yang
bersangkutan.
d. Ramlan Surbakti
Ideologi dilukiskan sebagai
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama yang dirumuskan dalam bentuk
tujuan yang hendak dicapai dan cara – cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
itu.
e. Fransn Magnis Suseno
Ideologi dapat dibedakan
dalam dua pengertian, yaitu :
1) Ideologi dalam
pengertian luas
Ideologi
berarti segala kelompok cita-cita luhur, nilai – nilai dasar, dan keyakinan –
keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Ideologi dalam
arti luas ini selanjutnya dikatakan sebagai ideology terbuka.
2) Ideologi dalam
pengertian sempit
Ideologi
adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai
yang akan menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
Ideologi dalam arti sempit selanjutnya disebut sebagai ideologi tertutup.
2.2
Unsur Ideologi
Menurut
M. Sastraprated, ideologi sebagai seperangkat gagasan mengandung tiga unsure,
yaitu:
a. Berisi penafsiran
atau pemahaman terhadap suatu kenyataan, artinya orang atau masyarakat dapat
membuat penafsiran tentang keadaan berdasar ideologi.
b. Berisi nilai-nilai yang
dianggap baik dan diterima oleh masyarakat sebagai pedoman bertindak, artinya
masyarakat dapat berbuat berdasarkan nilai yang dianggap baik.
c. Memuat suatu
orientasi tindakan, artinya ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
melaksanakan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya.
2.3
Manfaat Ideologi bagi Suatu
Bangsa
Dalam
kehidupan suatu bangsa, adanya ideologi sangat dperlukan. Dengan ideologi,
suatu bangsa akan :
1. Mampu
memandang persoalan – persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara
bagaimana bangsa itu memecahkan persoalan – persoalan yang dihadapi sehingga
tidak terombang ambing dalam menghadapi persoalan – persoalan besar, baik yang
berasal dari dalam masyarakat sendiri maupun dari luar
2. Memilki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah – masalah politik,
ekonomi, sosial dan budaya;
3. Mempunyai
pedoman bagaimana bangsa itu membangun dirinya.
Berdasarkan pada
kemanfaatan tersebut maka ideologi dalam suatu masyarakat memiliki fungsi
sebagai berikut :
4. Sebagai
tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai bersama oleh suatu masyarakat.
5. Sebagai
sarana pemersatu masyarakat.
2.4
Pancasila sebagai Ideologi
Bangsa Indonesia
Indonesia
sebagai sebuah bangsa tentu juga membutuhkan ideologi nasional. Di dalam ideologi
nasional itu tercantum seperangkat nilai yang dianggap baik dan cocok bagi
masyarakat Indonesia. Nilai – nilai itu diterima dan diakui serta menjadi
tujuan mulia dari bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa nilai
– nilai itu adalah nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila
adalah ideologi nasional dari bangsa Indonesia.
2.5
Sejarah Pancasila
Pancasila
adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sansekerta: pañca berarti lima
dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Pemahaman kembali sejarah
lahirnya Pancasila bagi bangsa Indonesia dimanapun merupakan hal yang penting
dalam memahami makna Pancasila sebagai sebuah ideologi.
1 Juni dan 1 Oktober di Negara Republik Indonesia merupakan dua tanggal yang
memiliki nilai histori yang berarti bagi maju berkembangnya Pancasila sebagai
ideologi Negara RI. Sesuai fakta yang ada bahwa 1 Juni diperingati sebagai
tanggal lahirnya Pancasila, betapapun bahwa sesungguhnya pada 1 Juni 1945 Bung
Karno bukanlah penemu maupun pencipta Pancasila, ia hanyalah penggali kembali
ideologi yang sudah lama ada di kehidupan masyarkat Nusantara sejak dahulu
kala. Fakta ini memiliki makna bahwa Pancasila lahir jauh sebelum 1 Juni 1945.
Jauh
sebelum Republik Indonesia, Pancasila sudah dianut dan menjadi dasar filsafat
serta ideologi Kerajaan Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja
yang gagah perkasa Ashoka (sekitar tahun 273 SM – 232 SM). Raja Ashoka
merupakan penganut agama Buddha yang taat. Pancasila sendiri merupakan ajaran
yang diciptakan oleh Sang Buddha Siddharta Gautama.
Dengan
berkembangnya ajaran Buddha, termasuk ke Nusantara. Negara kedua setelah
Kerajaan Maghada yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negaranya yaitu
Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang berkembang hampir ke sepertiga Nusantara.
Dalam
rapat BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain
berbunyi :”Saudara-saudara ! Dasar negara
telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca
Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan
dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetapi….saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas
atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia,
kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
(a)
Kebangsaan Indonesia;
(b) Internasionalisme atau perikemanusiaan;
(c) Mufakat atau demokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
Rumusan
Pancasila ini kemudian dituangkan ke dalam bentuk Pancasila (lebih dikenal
dengan Pancasila I) dan selanjutnya diubah lagi menjadi Pancasila II. Rumus
Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sistematikanya maupun redaksinya sangat
berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno
tanggal 1 Juni 1945. Pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila
kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama,
ditambah dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang
berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan
Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila
ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I, Internasionalisme atau peri
kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat
atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali
pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan
juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila
keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai
pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Namun
isi dari Piagam Jakarta selanjutnya juga diubah pada sila pertama dengan
menghilangkan anak kalimat “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
·
Landasan Hukum Pancasila sebagai
Ideologi Nasional Indonesia
Kedudukan
Pancasila sebagai ideology bangsa tercantum dalam ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamatan Pancasila (Eka
Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai dasar
negara.
Berdasarkan pada ketetapan
MPR tersebut, secara jelas menyatakan bahwa kedudukan Pancasila dalam kehidupan bernegara Indonesia adalah sebagai:
Dasar Negara
Adapun
makna Pancasila sebagai dasar negara sebagai berikut:
1) Sebagai dasar
menegara atau pedoman untuk menata negara merdeka Indonesia. Arti menegara
adalah menunjukkan sifat aktif daripada sekedar bernegara;
2) Sebagai dasar untuk
aktivitas negara. Diartikan bahwa aktivitas dan pembangunan yang dilaksanakan
negara berdasarkan peraturan perundangan yang merupakan penjabaran dari prinsip
– prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945;
3) Sebagai dasar
perhubungan anatar warga negara yang satu dengan warga negara yang lainnya.
Diartikan bahwa penerimaan Pancasila oleh masyarakat yang berbeda – beda latar
belakangnya menjalin interaksi dan bekerja sama dengan baik.
Ideologi Nasional
Ideologi
nasional mengandung makna ideologi yang memuat cita-cita tujuan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila merupakan
ideologi yang terbuka, bukan ideologi tertutup. Pancasila memenuhi syarat
sebagai ideologi terbuka karena:
(1) Nilai-nilai Pancasila
bersumber dari bangsa Indonesia sendiri.
(2) Nilai-nilai dari
Pancasila tidak bersifat operasional dan langsung dapat diterapkan dalam
kehidupan.
Menurut Dr. Alfian, seorang
ahli politik Indonesia, Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka yang
sifatnya luwes dan tahan terhadap perubahan zaman karena di dalamnya memnuhi
tiga dimensi ideologi, yaitu:
1) Dimensi Realitas
Nilai – nilai ideologi itu
bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Kelima nilai dasar Pancasila itu kita temukan dalam suasana atau pengalaman kehidupan
masyarakat bangsa kita yang bersifat kekluargaan, kegotong-royongan atau
kebersamaan.
2) Dimensi Idealitas
Suatu ideologi perlu mengandung
cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan. Nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila merupakan nilai-nilai yang di cita-citakan
dan ingin diwujudkan.
3) Dimensi Fleksibilitas
Nilai dasar Pancasila
adalah fleksibel karena dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan
perubahan.
Nilai
– nilai yang Terkandung dalam Pancasila
a. Pengertian Nilai
Nilai atau value
berarti harga, guna. Nilai pada hakikatnya merupakan sesuatu yang berharga,
berguna. Nilai dalam bidang filsafat menunjuk pada kata benda asbtrak yang
artinya keberhargaan dan kebaikan. Sesuatu itu bernilai, berarti sesuatu itu
berguna, berharga, bermanfaat atau penting bagi kehidupan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak bias lepas dari nilai. Nilai akan selalu berada di sekitar
manusia dan melingkupi kehidupan manusia dalam segala bidang. Nilai amat banyak
dan selalu berkembang. Adapun tingkatan nilai ada tiga, yaitu :
1) Nilai Dasar, yaitu
asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak.
Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar dan tidak perlu
dipertanyakan lagi. Semangat kekeluargaan kita sebut nilai dasar, sifatnya
mutlak dan tidak berubah lagi.
2) Nilai Instrumental,
yaitu pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
3) Nilai Praktis,
yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praktis
sesungguhnya menjadi batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu
benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai
– nilai Dasar yang Terkandung dalam Ideologi Pancasila
Adapun
makna dari masing – masing nilai Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung arti adanya
pengkuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Nilai ini menyatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius
bukan bangsa yang ateis.
2. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
mengandung arti kesadaran
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama
atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mastinya.
3. Nilai Persatuan Indonesia
mengandung makna usaha
keras bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Berdasarkan nilai ini maka diakui
paham demokrasi yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan melalui
musyawarah mufakat.
5. Nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur secara lahiriah maupun batiniah. Berdasarkan pada nilai ini maka
keadilan adalah nilai yang amat mendasar yang diharapkan oleh seluruh bangsa.
2.6 Konsep dan Teori Pancasila
1.
Ideologi Pancasila
Pancasila
dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah
mendasar dan rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar
dalam mengatur kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud
dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain
negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia
kemudian nilai kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi.
Pancasila pertama kali dikumandangkan oleh Soekarno pada saat berlangsungnya
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia
(BPUPKI).
Pada
pidato tersebut, Soekarno menekankan pentingnya sebuah dasar negara. Istilah dasar negara ini kemudian disamakan dengan
fundamen, filsafat, pemikiran yang mendalam, serta jiwa dan hasrat yang
mendalam, serta perjuangan suatu bangsa senantiasa memiliki karakter sendiri
yang berasal dari kepribadian bangsa. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
Pancasila secara formal yudiris terdapat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945. Di
samping pengertian formal menurut hukum atau formal yudiris maka Pancasila juga
mempunyai bentuk dan juga mempunyai isi dan arti (unsur-unsur yang menyusun
Pancasila tersebut). Tepat 64 tahun usia Pancasila, sepatutnya sebagai warga
negara Indonesia kembali menyelami kandungan nilai-nilai luhur tersebut.
Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai
religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu
yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami
Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang
beketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun
semangat untuk mencapai ridha Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang
dilakukannya.
Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan
yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan,
sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi
manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya
tentu lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk
mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal
hukum universal.
Persatuan (Kebangsaan) Indonesia
Persatuan
adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan
bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir
untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai
Marauke. Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan
sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih
objektif dari dunia luar.
Permusyawaratan dan
Perwakilan
Prinsip-prinsip
kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia,
mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu
mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan
hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan adalah
kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam tahap yang lebih tinggi
sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran berazaskan
kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
Keadilan Sosial
Nilai
keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan,
keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa.
Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
2. Arti dan Makna Pancasila
Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh. Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan.
Sebagai suatu sistem
filsafat landasan sila-sila Pancasila itu dalam hal isinya menunjukkan suatu
hakikat makna yang bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk
piramidal. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan
suatu sistem pengetahuan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian ini
telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah
menyangkut praktis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau
suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Susunan isi arti Pancasila
meliputi tiga hal, yaitu:
v Isi
arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang
merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam
pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.
v Isi
arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
v Isi
arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
khusus konkrit serta dinamis
F Pancasila
dalam Konteks Indonesia
Sebagai
suatu cita-cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai
nilai-nilai ideal, penyelenggara Negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan
kehidupan bernegara di Indonesia semakin dekat dengan nilai-nilai tersebut.
Pancasila
sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila
sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik
itulah yang terkandung dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah
diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik bersama.
Pancasila menjadi semacam social ethies dalam masyarakat yang heterogen.
Nilai
dalam etika sosial memainkan peranan fungsional dalam Negara dan berupaya
membatasi diri pada tindakan fungsional. Jadi, dengan etika sosial Negara
bertindak sebagai penengah di antara kelompok masyarakatnya, Negara tidak perlu
memaksakan kebenaran suatu nilai, Negara tidak mengurusi soal benar tidaknya
satu agama dengan agama lain melainkan yang menjadi urusannya adalah bagaimana
konflik dalam masyarakat, misal, soal kriteria kebenaran dapat didamaikan dan
integrasi antarkelompok dapat tercipta.
Pancasila
adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini
mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga
politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Fungsi
Pancasila disini adalah bahwa dalam hal pembuatan prosedur penyelesaian
konflik, nilai-nilai Pancasila menjadi acuan normatif bersama.
F Konsekuensi
Pancasila Bagi Masyarakat Bangsa dan
Negara
Pancasila
dapat dianalogikan seperti halnya air yang mutlak perlu dalam kehidupan kita. Namun
ada perbedaan mendasar. Air mampu menjelmakan dirinya dalam bermacam bentuk,
sedangkan Pancasila tidak. Pancasila tidak bisa menjelmakan diri, akan tetapi
penjelmaannya dalam bentuk-bentuk pelaksanaan yang dilaksanakan oleh segenap
bangsa Indonesia.
Pertanyaannya sekarang,
apakah kita selaku bangsa Indonesia sudah mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu
dengan sebaik-baiknya? Dalam pelaksanaan pengamalan nilai-nilai Pancasila itu
kita bisa mempertimbangkan factor-faktor pendorong pengamalannya. Untuk menegaskan
kepada diri kita sendiri, maka hal-hal yang dikenal sebagai pendorong
pelaksanaan Pancasila itu adlah:
F Bahwa
revolusi kemerdekaan kita, kita mulai dengan jiwa, hasrat sedalam-dalamnya di
atas suatu filsafat fundamental, yaitu Pancasila.
F Bahwa
Pancasila adalah landasan idiil untuk merealisasikan dasar dan tujuan revolusi
kita, yaitu membebaskan Indonesia dari imperialism dan menegakkan NKRI dalam
suatu kesatuan masyarakat yang adil dan makmur secara materil dan spiritual.
F Bahwa
penyelenggaraan kehidupan Negara kita berdasarkan atas suatu hukum dasar Negara
yang mengandung cita-cita hukum yang mewajibkan penyelenggara Negara, pemimpin
pemerintahan, dan juga warga Negara lainnya untuk memiliki semangat yang
dinamis guna memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur untuk merealisasikan cita-cita hukum seperti
tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berpusat pada Pancasila.
F Bahwa
kita setiap orang Indonesia diharapkan menjadi manusia sosialis-Indonesia yang
mendasarkan cipta, rasa, karsa dan karya kita atas Pancasila.
Adapun
pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan
secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan
perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan
secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud
norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengamalan
secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara dalam mewujudkannya.
Seorang warga Negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku menyimpang dari
aturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi. Pengamalan
secara objektif bersifat memaksa serta adanya sanksi hukum. Adanya pengamalan
objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai
norma hukum negara.
Selain
pengamalan objektif, pengamalan subjektif juga mesti diterapkan. Dalam rangka
pengamalan subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan
bertingkah laku. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tapi
sanksi dari personal. Adanya pengamalan subjektif ini adalah konsekuensi dari
mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara.
2.8
Permasalahan Mendasar
Implementasi Pancasila di
Indonesia
1.
Pengadopsian Nilai-nilai Luar
Pancasila sebagai dasar Negara dan landasan idiil
bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa
Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari 50 tahun. Namun
sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam
format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap Pancasila.
Sejarah implementasi
pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam
konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai
kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya berasal dari
faktor domestik, tetapi juga dunia internasional.
Pada zaman reformasi saat ini
pengimplementasian Pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam
pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta
neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan
cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal
demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
2.
Mulai Hilangnya Kekuatan
terhadap Relevansi Pancasila
Dengan hadirnya globalisasi, hampir semua aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara berubah. Namun sayangnya kearifan lokal
bangsa Indonesia yang diharapkan mampu mem-filter ekses negatif dari luar tidak
bisa menyeimbangkan dengan kondisi yang ada sehingga lambat laun keyakinan
terhadap relevansi Pancasila menjadi pudar. Hal ini berdampak luas terhadap
implementasi nilai-nilai Pancasila.
3.
Semangat Reformasi yang Kebablasan
Reformasi
demokrasi yang kebablasan pada saat ini telah menghasilkan amandemen UUD yang
telah menghilangkan ruh, jiwa serta semangat yang terkandung didalam pembukaan
UUD itu sendiri, dengan begitu tidaklah heran ketika bangsa ini menjadi
kehilangan arah dan jati dirinya.
4.
Kurangnya Kemampuan Bangsa
Mengintegrasikan Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan
Pancasila
dalam praktiknya saat ini banyak ditinggalkan dan hanya tinggal sebatas slogan
tanpa adanya pemaknaan lebih jauh, apalagi untuk mengimplementasikannya.
5.
Budaya Bangsa
Dalam
konteks budaya, masalah pertemuan kebudayaan bukan masalah memfilter atau
menyaring budaya asing, tetapi mengolah dan mengkreasi dalam interaksi dinamik
sehingga tercipta sesuatu yang baru. Jati diri bangsa, budaya politik adalah
sesuatu yang harus terus-menerus dikonstruksikan, karena bukan kenyataan yang
mandeg. Kalau kita perhatikan ideologi-ideologi besar di dunia saat ini, maka
terlihat mereka bergeser secara dinamik. Para penyangga ideologi itu telah
melakukan revisi, pembaharuan, dan pemantapan-pemantapan dalam
mengaktualisasikan ideologinya. Perkembangan zaman menuntut bahwa ideologi
harus memiliki nafas baru, semangat baru dengan corak nilai, ajaran dan konsep
kunci mengenai kehidupan yang memiliki perspektif baru.
Indonesia
sebagai sebuah bangsa tentu juga membutuhkan ideologi nasional. Di dalam
ideologi nasional itu tercantum seperangkat nilai yang dianggap baik dan cocok
bagi masyarakat Indonesia. Nilai – nilai itu diterima dan diakui serta menjadi
tujuan mulia dari bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa nilai
– nilai itu adalah nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila
adalah ideologi nasional dari bangsa Indonesia.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 LATAR BELAKANG HISTORIS LAHIRYA
PANCASILA
Pancasila adalah dasar filsafat Negara RI
yang secara resmi disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI
) pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Ketentuan itu diundangkan dalam berita Republik Indonesia Tahun II No. 7
bersama dengan batang tubuh UUD 1945. Sebelumnya itu latar terbentuknya
Pancasila adalah sebagai pemaparan dibwah ini sehingga sampai terbentuknya
Pancasila.
Sehubungan
dengan janji Perdana Menteri Jepang Kaiso dalam pidato di bulan September 1944
tentang kemerdekaan Indonesia, maka pada bulan mei 1945 dibentuk badan
penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ). Badan tersebut
beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Rajiman Widyodiningrat. Selanjutnya
BPUPKI menyelenggarakan sidang yang pertama pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
dan yang kedua tanggal10-17Juli-1945.
Pada pembukaan sidang pertama,
Mr. Muhammad Yamin mengajukan lima prinsip dasar negara, yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Beliau juga menyampaikan usulan
tertulis mengenai rancangan UUD RI. Dalam pembukaan rancangan UUD tersebut
tercantum rumusan lima asas negara, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sidang hari ketiga tanggal 31 Mei
19945 Mr. Soepomo mengemukakan tentang teori negara, yaitu:
1) Negara individualistik yang banyak dianut Eropa
dan Amerika;
2) Teori khas dari kaum Marxi
Paham Negara Integralistik. Ketegangan
muncul diantara mereka yang mengajukan gagasan negara islam dengan pihak yang
memilih negara Indonesia yang bebas dari pengaruh agama.
Pada siding hari keempat tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan rumusan
lima prinsip dasar falsafah negara Indonesia,yaitu:
1.Nasionalisme (kebangsaan)
2.Internasionalisme(perikemanusiaan)
3.Mufakat(demokrasi)
4.Kesejahteraansocial
5.Ketuhananyangberkebudayaan
“Saudara- saudara nama Pantja Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban sedang kita membicarakan Dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunjai panca indera. Pandawapun lima orangnya…Namanya bukan Pantja Dharma tetapi…namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar. Dan diatas kelima dasar inilah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi…” (Pidato lahirnya Pancasila)”
Pidato “ Lahirnya Pancasila “Soekarno ternyata tidak mendapat respon positif dari kalangan tokoh-tokoh islam. Untuk mempertemukan kesepakatan mengenai dasar negara antara islam atau Pancasila kemudian dibentuk Panitia Kecil. Selanjutnya Panitia Kecil membentuk Panitia Sembilan, yang tugasnya adalah merumuskankembaliasas dasar negara.
Setelah melalui pembicaraan yang cukup banyak, akhirnya dari golongan islam menerima usulan Soekarno, asalkan setelah kata “ Ketuhanan “ ditambah kalimat “dengan kewajiban menjalankan suari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hasil musyawarah Panitia Sembilan itu kemudian disampaikan kepada BPUPKI untuk mendapat pengesahan. Adapun rumusan Pancasila yang terdapat dalam Preambule (Pembukaan) UUD, yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta 22 Juni 1945 itu ialah:
1.Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.PersatuanIndonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia
Munculnya Piagam Jakarta ternyata mengundang reaksi dan protes dari berbagai pihak, terutama dari golongan Kristen. Dan wakil-wakil rakyat Indonesia bagian Timur merasa sangat berkeberatan terhadap kalimat yang tercantum dalam UUD, yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Walaupun diakui bahwa kalimat tersebut tidak mengikat semua rakyat Indonesia, tetapi karena tertuang dalam UUD negara maka sama dengan mendiskriminasikan golongan minoritas. Jika diskriminasi tetap diberlakukan, mereka lebih memilih berdiri di luar dan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Moh. Hatta mencoba memberi penjelasan bahwa tidak benar sama sekali ada unsur diskriminasi. Dikatakan bahwa saat merumuskan Pembukaan UUD Mr. AA. Maramis dari golongan Kristen juga tidak berkeberatan dan ikut menandatangani. tetapi urusan itu dengan sungguh-sungguh menyampaikan, jika tuntutan itu tidak dipenuhi mereka
Akan tetap memisahkan diri (Hatta,1982)
Tanggal 18 Agustus 1945 sebelum sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimulai, Moh. Hatta bersama Ir.
Soekarno selaku ketua panitia menemui beberapa tokoh Islam untuk berunding. Dan
hasilnya, mereka menerima penghapusan tujuh kata dalam Pembukaan UUD. Rentetan
kejadian di atas membuktikan bahwa para pemimpin saat itu benar-benar
menempatkan keutuhan negara dan persatuan bangsa di atas segalanya, baik itu
kepentingan pribadi ataupun golongan.
Rumusan Pancasila yang disahkan oleh PPKI tersebut secara konstitusional merupakan rumusan yang sah dan benar sebagai dasar negara RI. Namun demikian dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia di masa berikutnya muncul rumusan Pancasila yang lain, misalnya seperti yang tercantum dalam konstitusi RIS ( Republik Indonesia Serikat ) yang berlaku tanggal 29 Desember 19949 – 17 Agustus 1950 dan UUD sementara RI tahun 1950, yang berlaku rtanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1950 sebagai berikut:
Rumusan Pancasila yang disahkan oleh PPKI tersebut secara konstitusional merupakan rumusan yang sah dan benar sebagai dasar negara RI. Namun demikian dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia di masa berikutnya muncul rumusan Pancasila yang lain, misalnya seperti yang tercantum dalam konstitusi RIS ( Republik Indonesia Serikat ) yang berlaku tanggal 29 Desember 19949 – 17 Agustus 1950 dan UUD sementara RI tahun 1950, yang berlaku rtanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1950 sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang MahaEsa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Dengan adanya Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959 dan Indonesia kembali ke UUD 1945, Maka rumusan Pancasila
yang berlaku sah hingga sekarang ialah rumusan sebagaimana yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
3.2 FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
1. Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa
Proses
terjadinya Pancasila adalah melalui suatu proses kualitas. Artinya, sebelum
disahkan menjadi dasar negara, baik sebagai pandangan hidup maupun filsafat
hidup bangsa Indonesia. Fungsinya adalah sebagai motor penggerak bagi tindakan
dan perbuatan dalam mencapai tujuan. Pancasila merupakan prinsip dasar dan
nilai dasar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang
mempribadi dalam masyarakat dan merupakan sesuatu living reality. Pancasila ini
sekaligus merupakan jati diri bangsa Indonesia.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia
Tujuan
utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasaar negara RI. Oleh karena itu
fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara. Hal ini sesuai dengan dasar
yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Disini Pancasila
merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur penerintahn negara atau
dengan kata lain Pancasila menjadi suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara.
Menurut TAP MPRS NO.XX/MPRS/1966, TAP MPR NO.V/MPR/1973 dan TAP MPR
NO.IX/MPR/1978 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan sumber tertib
Pancasila hakikatnya merupakan suatu pandangn hidup, kesadaran dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan
Negara Indonesia
Pancasila sebagai ideologi merupakan
bagian terpenting dari fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila sebagai Ideologi juga menjadi pijakan bagi pengembangan
pemikiran-pemikiran baru tentang berbagai kehidupan bangsa. Melaluinya
diharapkan bangsa Indonesia dapat melahirkan dan mengembangkan gagasan, konsep,
teori, dan ide-ide baru tentang kehidupan politik, ekonomi, social, budaya,
hokum, hankam dan semua proses kehidupan berbangsa dalam rangka pembangunan nasional.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara,
diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan zaman di era
globalisasi ini. Keterbukaan Ideologi pancasila terutama ditujukan dalam
penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Suatu
Ideologi negara, merupakan hasil refleksi manusia, berkat kemampuannnya
mengadakan distansi ( menjaga jarak ) terhadap dunia kehidupannya. Antara
keduanya, yaitu Ideologi dan kenyataan masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga
berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang disatu
pihak memacu Ideologi makin realistis dan dilain pihak mendorong masyarakat
makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir
masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita – cita.
3.3 AKTUALISASI PANCASILA
Permasalahan pokok dalam aktualisasi
pancasila ialah bagaimana nilai-nilai pancasila yang bersifat abstrak umum
universal itu dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas, yang berkaitan
dengan tingkah laku semua warga dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta dalam aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi Pancasila dibedakan menjadi dua macam :
1. Aktualisasi
Pancasila yang Subjektif
Adalah pelaksanaan dalam pribadi
perseorangan, tiap warga negara Indonesia. Yang dimaksud dengan Aktualisasi
Subjektif dari Pancasila ialah pelaksanaan Pancasila sebagai kepribadian dan
pandangan hidup bangsa Indonesia, yang pelaksanaan konkritnya tercermin dalam
tingkah laku kehidupan sehari-hari.
2. Aktualisasi Pancasila yang Objektif
Adalah pelaksanaan dalam bentuk
realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dibidang legislative,
eksekutif dan yudikatif, terutam realisasinya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan negara Indonesia.
BAB 4
4.1 KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, secara obyektif diangkat dari pandangan hidup dan filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah bangsa sendiri. Dan Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar negara, nilai-nilai pancasila sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pandangan hidup maupun filsafat hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai Ideologi juga menjadi pijakan bagi pengembangan pemikiran-pemikiran baru tentang berbagai kehidupan bangsa. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini. Keterbukaan Ideologi pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual.
4.2 SARAN
Pancasila
begitu penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, dan hendaknya kita
terapkan norma – norma pancasila
dalam kehidupan kita sehari – hari.
DAFTAR
PUSTAKA
- Priyanto,
Supriyo.tahun.judul,edisi.tempat:penerbit
-
http;//Ippkb.wordpress.com/2009/03/23/pancasila-6